Raja obat yang mampu mengobati
segala macam penyakit ini adalah warisan dari zaman dulu. Pada masyarakat
primitif, pembedaan antara berbagai organisasi kemasyarakatan belum tampak,
yang diakibatkan belum adanya pembagian pekerjaan. Konsep dasar ini baru
mengalami perubahan fundamental dengan berkembangnya Abad Penalaran (The Age of Reason) pada pertengahan abad
ke-17. Dengan berkembangnya abad penalaran maka konsep dasar berubah dari
kesamaan kepada pembedaan. Pohon pengetahuan mulai dibeda-bedakan paling tidak
berdasarkan apa yang diketahui, bagaimana cara mengetahui, dan untuk apa
pengetahuan itu dipergunakan.
Salah satu cabang pengetahuan
yang berkembang menurut jalannya sendiri adalah ilmu yang berbeda dengan
pengetahuan-pengetahuan lainnya terutama dalam segi metodenya. Metode keilmuan
adalah jelas sangat berbeda dengan ngelmu
(ajaran rahasia) yang merupakan paradigma dari abad pertengahan.
Sebuah Catatan perjalanan
Pengetahuan pada hakikatnya
merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang segala sesuatu, termasuk ke
dalamnya adalah ilmu. Jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang
diketahui oleh manusia, di samping berbagai pengetahuan lainnya seperti
filsafat, seni dan agama. Pengetahuan merupakan khazanah kekayaan mental yang
secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Setiap
jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis pertanyaan tertentu yang
diajukan. Oleh sebab itu, agar kita dapat memanfaatkan pengetahuan maka harus
kita ketahui jawaban apa saja yang mungkin bisa diberikan olehnya. Atau dengan
kata lain, perlu kita ketahui kepada pengetahuan mana saja suatu pertanyaan
yang kita punya harus kita ajukan.
Pengetahuan yang Dapat Diandalkan
Setiap jenis pengetahuan
dicirikan oleh tiga pikiran dasar kefilsafatan yakni apa yang di telaah nya
(ontology), bagaimana caranya memperoleh pengetahuan dan untuk apa pengetahuan
itu dipergunakan (aksiologi). Artinya, dengan pengetahuan ilmiah maka manusia
mampu mendeskripsikan, menjelaskan, meramalkan dan mengontrol gejala alam.
Itulah sebenarnya titik keberangkatan penjelajahan pengetahuan ilmiah yang
sekaligus merupakan titik akhir perjalanannya.
Antara Ilmu dan Seni
Seni, pada sisi lain
pengetahuan, mencoba mendeskripsikan sebuah gejala dengan seluruh kehadiran dan
maknanya. Seni, menurut Mochtar Lubis, merupakan produk dari daya inspirasi dan
daya cipta manusia yang bebas dari cengkraman dan belenggu bergaya ikatan.
Sebuah karya seni yang baik biasanya mempunyai pesan yang ingin disampaikan
kepada manusia. Ilmu, mencoba mencarikan penjelasan mengenai alam, menjawab
kesimpulan yang bersifat umum dan
inpersonal.
Seni Terapan (Applied Arts) dan Seni Halus (Find Art)
Sesuai dengan pengetahuan mereka
tentang gejala-gejala alam maka mengontrol timbulnya gejala yang berupa
malapetaka adalah identik dengan mengarahkan kelakuan para dewa yang berkuasa.
Mungkin inilah sebabnya mengapa sebuah peradaban meskipun mempunyai kemampuan
dalam seni terapan yang tinggi tidak mampu mempunyai pengembangan diri dibidang
keilmuan. Sebab salah satu jembatan yang menghubungkan seni terapan dengan ilmu
dan teknologi adalah pengembangan konsep teoretis yang bersifat mendasar yang selanjutnya
dijadikan tumpuan untuk pengembangan pengetahuan ilmiah yang bersifat integral.
Akal Sehat dan Metode Coba-Coba
Akal sehat (common sense) dan
cara coba-coba (trial and error) mempunyai peranan penting dalam usaha manusia
untuk menemukan penjelasan mengenai berbagai gejala alam. Jadi akal sehat,
terlepas dari berbagai kelebihannya, mempunyai kekurangan yang harus
diperhitungkan.
Rasionalisme dan Empirisme
Perkembangan selanjutnya dari
akal sehat adalah tumbuhnya rasionalisme yang secara kritis mempermasalahkan
dasar-dasar pikiran yang bersifat mitos. Kelemahan dari berfikir rasional menimbulkan
berkembangnya empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan yang benar itu
didapat dari kenyataan pengalaman. Maka kegiatan berpikirpun beralih pemikiran
abstrak yang bersifat dedukatif kepada observasi dan logika induktif.
Metode Eksperimen
Metode eksperimen ini
dikembangkan oleh sarjana-sarjana muslim pada abad keemasan islam. Ketika ilmu
dan pengetahuan lainnya mencapai kulminasi dalam peradaban islam antara abad
XII masehi. Pada zaman ini berkembang kebudayaan ilmiah, yang disebut oleh
metraux dan crouzt, disebut sebagai salah satu puncak kegemilangan kemajuan
dalam peradaban manusia, pada kurun waktu inilah dikembangkan metode observasi
dan metode eksperimen oleh sarjana muslim.
Metode Ilmiah
Dengan berkembangnya metode
ilmiah dan diterimanya metode ini sebagai paradigma oleh masyarakat keilmuan
maka sejarah kemanusiaan menyaksikan perkembangan pengetahuan yang sangat
cepat. Metode ilmiah yang sekarang kita pergunakan, dalam penelitian ilmiah
berkembang melalui perjalanan pemikiran yang panjang. Inilah sebab utama
dibedakannya antara epistemology penemuan
ilmiah yang cocok untuk peneliti professional dan epistemology pemecahan masalah yang cocok untuk penelitian
akademik.
Struktur Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan yang diproses
melalui metode ilmiah dinamakan pengetahuan ilmiah. Berbagai disiplin keilmuan
mencoba memperoleh dan menyusun pengetahuan ilmiah ini sesuai dengan bidangnya
masing-masing. Disiplin ilmu ekonomi, umpamanya, menyusun pengetahuan ilmiah
mengenai kegiatan ekonomi. Teori ekonomi pada hakikatnya merupakan kumpulan
pengetahuan mengenai kegiatan ekonomi baik yang berbentuk teori, hukum, prinsip
dan sebagainya.
Antara Dunia Fakta dan Dunia Konsep
Ilmuwan, atau kita semua yang
berpikir secara ilmiah, hidup dalam dua dunia yakni dunia fakta dan konsep.
Seperti yang kita ketahui ilmu mempelajari realitas empiris yakni kenyataan
yang dapat ditangkap lewat pancaindra. Artinya kita ini hidup di dunia fakta,
baik yang langsung berhubungan dengan kehidupan kita, maupun yang tidak. Katakanlah
kita akan meneliti mengenai kerajinan tangan yang hasilnya diekspor ke luar
negeri. Kemudian kalau kita membuka buku teori ekonomi kita maka fakta
kerajinan tangan tidak akan kita lihat di dalamnya. Sebab dalam teori ekonomi
kita tidak lagi mempermasalahkan fakta melainkan konsep. Jadi dunia teori
adalah dunia konsep dan bukan dunia fakta sebagaimana kita lihat dengan
pancaindra kita.
Konsep adalah sekumpulan fakta
yang telah direduksikan menjadi pernyataan abstrak. Artinya, kerajinan tangan
dan berbagai benda lainnya yang sejenis, dikelompokkan menjadi satu kategori
yang dinamakan benda ekonomi. Benda ekonomi adalah konsep dalam teori ekonomi.
Benda ekonomi adalah semua benda, termasuk kerajinan tangan, yang jumlahnya
langka sehingga untuk memperolehnya kita harus mengeluarkan pengorbanan.
Konsep: Acuan yang Menakjubkan
Dari ilustrasi di atas kita
dapat menyaksikan bahwa konsep seperti nilai intrinsik dan nilai ekstrinsik
bisa menjelaskan banyak hal yang kita temui dalam dunia fakta. Konsep adalah bahasa
yang dipakai sesama ilmuwan dalam menganalisis berbagai fakta. Berpikir dengan
mengacu kepada konsep, atau mempergunakan konsep sebagai dasar argumentasi
anda, dinamakan berpikir secara konseptual atau konsepsional. Berpikir secara
konsepsional ini merupakan salah satu tujuan utama dalam pendidikan keilmuan di
samping berpikir nalar dan berpikir antisipatif. Konsep merupakan acuan yang
menakjubkan sebab dia mempunyai daya penjelasan yang luas dan meyakinkan. Kalau
anda tersesat di hutan dalam ekspedisi penelitian anda dan anda menemukan
binatang yang tidak anda kenal maka anda sebaiknya menemukan acuan teoretis
dulu tentang binatang itu sebelum anda mendekatinya. Anda bisa menelepon teman
anda seorang dokter hewan dan menjelaskan ciri-cirinya.
Konsep dan Penjelasan
Ilmu berfungsi sebagai acuan
dalam mendeskripsikan, menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol gejala alam.
Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diproses melalui prosedur yang
disebut metode ilmiah. Prosedur ini dilaksanakan oleh komunitas ilmiah dengan
penuh kedisiplinan yang menyebabkan ilmu mampu berkembang dengan sangat pesat.
Penemuan ilmiah yang satu akan menyebabkan penemuan-penemuan ilmiah yang
lainnya.
Sebuah hipotesis yang telah
teruji secara formal diakui sebagai pernyataan pengetahuan ilmiah yang baru
yang memperkaya khazanah ilmu yang telah ada. Metode ilmiah mempunyai mekanisme
umpan balik yang bersifat korektif yang memungkinkan upaya keilmuan menemukan
kesalahan yang mungkin diperbuatnya. Pada dasarnya ilmu dibangun secara
bertahap dan sedikit demi sedikit di mana para ilmuwan memberikan sumbangannya
menurut kemampuannya. Tidaklah benar adanya anggapan bahwa ilmu dikembangkan
hanya oleh para jenius yang bergerak dalam bidang keilmuan. Ilmu pada dasarnya
merupakan kumpulan pengetahuan yang bersifat mendeskripsikan dan menjelaskan
berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan
untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada.
Teori Ilmiah
Teori merupakan pengetahuan
ilmiah yang mencakup deskripsi dan penjelasan mengenai suatu objek tertentu.
Teori ini bisanya berada di bawah payung dari sebuah disiplin keilmuan
tertentu. Umpamanya teori ekonomi berada dalam payung ilmu ekonomi. Teori
ekonomi ini pun dirinci dalam teori yang cakupannya lebih kecil umpamanya teori
mikro ekonomi dan teori makro ekonomi. Secara substantive teori berdiri dari subteori, hukum prinsip, asas dan
bentuk-bentuk lainnya. Secara semantik teori melambangkan abstraksi pemikiran
tentang suatu objek dalam berbagai bentuk substantive
tersebut. Beberapa teori yang bersifat spesifik biasanya digabungkan menjadi
teori yang bersifat lebih umum. Kita lihat bahwa teori Newton sebenarnya
merupakan gabungan dari teori-teori yang telah dikembangkan oleh pendahulunya
yakni Galileo, Copernicus dan Johannes Kepler.
Copernicus
(1473-1543) mengembangkan teori baru bahwa bukan matahari yang berputar
mengelilingi bumi melainkan bumi mengelilingi matahari. Teori ini merupakan
perombakan terhadap teori lama yang dikemukakan oleh Ptolemaeus (150 S.M.),
dari Alexandria yang mengemukakan bahwa bumi adalah pusat jagat raya dengan
planet-planetnya yang berputar mengelilingi dalam orbit-orbit yang berbentuk
lingkaran. Akhirnya Newton (1642-1727) pada tahun 1686 menerbitkan Philosophiae Naturalis Principia Mathematica
yang merupakan teori yang mempersatukan teori Galileo, Copernicus, dan Kepler.
Teori Newton menyatakan bahwa semua gerak baik yang terjadi di langit atau
bumi, tunduk kepada hukum-hukum yang sama. Dengan teori ini maka Newton kemudian
mengembangkan hukum-hukumnya sebagaimana kita kenal sekarang.
Teori Ilmu Sosial
Bila pada fisika saja keadaannya
sudah seperti ini maka dapat dibayangkan bagaimana situasi perkembangan
penjelasan teoretis pada disiplin keilmuan bidang sosial. Ilmu-ilmu sosial pada
kenyataannya terdiri dari berbagai teori yang dikembangkan secara terpisah dan
terpilah yang mempunyai otoritas dalam cakupan yang sangat terbatas umpamanya
teori motivasi Maslow yang sering kita kutip sebagai contoh. Di samping teori motivasi
Maslow ini, kita akan menemukan berbagai teori motivasi yang pada hakikatnya
adalah sama, tetapi pada artikulasinya tampil berbeda.
Di bidang ilmu-ilmu sosial
pengembangan teori ilmiah yang bersifat umum dan bersifat nomotetis “pada
hakikatnya telah ditinggalkan.” Hanya ilmu ekonomi yang merupakan perkecualian
dan merupakan disiplin ilmu sosial yang paling maju. Dengan berkembangnya
ilmu-ilmu perilaku manusia (behavioral
sciences) maka ilmu-ilmu sosial mulai memfokuskan penelaahannya pada gejala
yang dapat diamati dan diukur sehingga pendekatan kuantitatif yang diterapkan.
Kita bisa mengerti bahwa pengembangan teori ilmu-ilmu sosial berada pada
tataran kualitatif, dan bahkan mungkin sebaiknya tetap begitu, namun kita
menolak pendapat bahwa dalam analisis penerapannya tetap bersifat kualitatif
juga.
Dari Homo sapiens ke Homo faber
Konsep yang bersifat teoretis
karena sifatnya yang mendasar sering tidak langsung mempunyai kegunaan praktis.
Hal ini mudah dimengerti karena sifatnya yang abstrak dan jauh dari realitas
maka kegunaan praktisnya tidak secara langsung dapat terlihat secara nyata.
Kegunaan praktisnya tidak secara langsung dapat terlihat secara nyata. Kegunaan
dari sebuah konsep yang bersifat teoretis baru dapat dikembangkan sekiranya
konsep yang bersifat mendasar tersebut dapat diterapkan pada masalah yang
bersifat praktis. Dan dari pengertian inilah kita sering mendengar konsep dasar
dan konsep terapan, ilmu dasar dan ilmu terapan serta penelitian dasar dan
penelitian terapan.
Teknologi merupakan penerapan
teori imliah dalam membuat peralatan yang dapat membantu manusia dalam
kehidupannya. Dalam hal ini terdapat kekeliruan yang harus diluruskan. Sering
terdapat pandangan bahwa teknologi merupakan milik eksklusif ilmu-ilmu alam.
Sehingga pernyataan ilmu dan teknologi (science
and technology) sering ditafsirkan sebagai ranah ilmu-ilmu alam. Diperlukan
waktu yang cukup lama dapat menerapkan penemuan-penemuan ilmiah yang baru
kepada pemanfaatan praktis yang berguna. Terdapat selang waktu selama 250 tahun
antara percobaan yang pertama tentang magnet oleh William Gilbert dengan
dikembangkannya teori elektromagnetik oleh James Clerk Maxwell sekitar tahun
1870. Dengan demikian maka makin cepat manusia mengembangkan teknologi, yang
ada pada satu pihak ibarat dewi penolong yang penuh dengan berkat.
Manusia disebut Homo faber
(makhluk yang membuat peralatan) di samping Homo sapiens (makhluk yang
berpikir) yang mencerminkan kaitan antara pengetahuan yang bersifat teoretis
dengan teknologi yang bersifat praktis. Berbeda dengan pengetahuan lainnya
seperti seni yang bersifat estetis maka ilmu adalah pengetahuan yang
dikembangkan oleh kehidupannya. Meskipun pada tahap embrional pengembangan ilmu
pun pernah bersifat estetis, namun dengan perkembangan kearah kedewasaannya
serta kemampuan dalam penerapannya, maka ilmu harus dibedakan dengan
pengetahuan-pengetahuan lainnya, terutama dari segi kemampuannya untuk
memecahkan masalah praktis.
Struktur Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan ilmiah dapat
diibaratkan sebagai piramida terbalik yang melambangkan pengetahuan yang harus
berkembang. Pada bagian yang paling dasar dari piramida tersebut terletak
postulat. Postulat merupakan anggapan dasar tentang objek yang menjadi focus penelaahan
kita. Anggapan dasar ini bertolak dari cara pandang kita terhadap objek
tersebut. Postulat ini kebenaraannya tidak
membutuhkan verifikasi empiris sebab postulat bukanlah sifat yang melekat pada
objek yang kita telaah melainkan cara pandang kita terhadap objek tersebut.
Lain halnya dengan asumsi yang merupakan anggapan dasar tentang realitas objek
yang sedang kita telaah. Asumsi ini harus diverifikasi kebenaraannya agar
sesuai dengan realitas yang dimanifestasikannya. Setiap disiplin pengetahuan ilmiah
mempunyai postulat tentang objek yang ingin dipelajarinya. Postulat ini
dibentuk oleh objek forma (cara pandang) dan objek material pengetahuan ilmiah
tersebut. Inilah salah satu demarkasi suatu disiplin keilmuan.
Ilmu manajemen mempunyai asumsi
tentang manusia yang berbeda tergantung dari organisasi di mana manusia itu
bekerja sama. Manusia memasuki organisasi tergantung dari kebutuhannya yang
berbeda-beda. Pada dasarnya bukan hanya pada ilmu manajemen saja kita harus
memperhatikan asumsi tentang manusia melainkan berlaku untuk seluruh ilmu
sosial. Kita sering melihat kegagalan penerapan ilmu sosial dalam memecahkan
masalah disebabkan tidak tepatnya menerapkan asumsi.
Sebuah teori yang berlaku di
negara tertentu belum tentu cocok untuk negara lain sekiranya asumsi tentang
manusia dalam teori tersebut ternyata berlaku. Demikian juga dengan
bermacam-macam teori lainnya yang tersedia dalam khazanah pengetahuan ilmiah.
Kita harus memilih teori yang terbaik dari sejumlah teori-teori yang ada
berdasarkan kecocokan asumsi yang dipergunakannya. Itulah sebabnya maka dalam
pengkajian ilmiah seperti penelitian dituntut untuk menyatakan secara tersurat
postulat, asumsi, prinsip serta dasar-dasar pikiran lainnya yang dipergunakan
dalam mengembangkan argumentasi. Pikiran dasar dalam pengetahuan adalah
postulat, asumsi, dan prinsip. Jadi kalau kita mau mengubah sesuatu secara
fundamental maka yang harus diubah bukan tubuh pengetahuannya melainkan pikiran
dasarnya.
Teori Nomotetis dan Genetis
Kebanyakan dari ilmu-ilmu sosial
tidak mampu mengembangkan teori yang bersifat nomotetis ini disebabkan realitas
sosial di mana ilmu itu diterapkan bersifat tidak konstan melainkan sengat
bervariasi. Untuk itulah maka ilmu sosial mengalihkan penelaahannya dari teori
yang bersifat nomotetis ke teori genetis. Teori genetis adalah teori yang
bersifat mendeskripsikan dan menjelaskan namun tidak memprediksikan dan
mengontrol. Selain dalam ilmu-ilmu sosial, teori genetis ini juga dikembangkan
dalam ilmu-ilmu lain, contohnya dalam ilmu kedokteran yang mendeskripsikan dan
menjelaskan substansi dan fungsi organ tubuh manusia. Walaupun demikian teori
genetis ini dapat dipergunakan sebagai premis dalam menyimpulkan hubungan sebab
akibat. Dibutuhkan dua buah teori genetis untuk menyimpulkan hubungan ini
ditambah dengan asumsi tentang realitas di mana kesimpulan itu ditarik. Dengan
demikian maka penalaran dalam ilmu sosial tidak merupakan deduksi murni namun
deduksi dengan mempertimbangkan realitas sosial yang disimpulkan secara
induktif.
Ilmu sosial yang penuh dengan
ketidakpastian membutuhkan kematangan dan kearifan berbeda dengan pengetahuan
yang bersifat pasti. Seorang pakar di bidang matematika biasanya sudah biasa
menghasilkan karya yang bermutu sebelum usia 30 tahun, pakar di bidang ilmu
alam sebelum usia 40 tahun, namun pakar di bidang ilmu sosial baru matang
setelah usianya lebih dari 50 tahun. Hal ini harus menyadarkan peneliti
ilmu-ilmu sosial bahwa kita tidak mengekor kepada penelitian dalam ilmu-ilmu
alam. Model penelitian dalam ilmu alam tidak selalu cocok dengan penelitian
dalam ilmu sosial. Itulah sebabnya maka penalaran menjadi lebih berfungsi dalam
ilmu sosial ketimbang ilmu alam. Semoga ilmuwan sosial menikmati dinamika dalam
penalaran yang menjadikan penelitian sebuah avontur ide yang menyenangkan.
Bacalah pembahasan penutup di bawah ini dengan santai dan senyum di kulum.
Pembahasan keilmuan tidak selalu membikin kita mengerutkan dahi, kita bisa
mendiskusikannya bersama sepotong kue dan secangkir kopi.
Konsep dan Penalaran
Kalau kita dalam kehidupan nyata
menemukan bahwa sampah yang mengonggok di selokan menyebabkan banjir maka
hubungan sebab akibat yang bersifat faktual ini tidak terlalu membutuhkan
penalaran. Kedua faktor yang terlibat dalam hubungan kausalitas ini berada pada
tempat yang sama dan dapat kita saksikan secara kasat mata. Akan tetapi sering
sekali masalah yang kita hadapi tidaklah semudah ini. Kedua faktor itu terpisah
satu sama lain dan Cuma pikiran yang menghubungkan mereka dalam kaitan
penalaran. Secara sendiri-sendiri konsep genetis mempunyai kemampuan untuk
mendeskripsikan dan menjelaskan secara terbatas yakni mengenai kaitan
fungsional antar berbagai elemen yang membentuk teori tersebut. Katakanlah
umpamanya hal ini kita temui dalam teori organisasi atau budaya organisasi.
Namun jika konsep-konsep ini dihubungkan dengan jembatan penalaran, maka akan
terbentuk pengetahuan baru, yang bukan saja mampu mendeskripsikan dan
menjelaskan namun juga mampu meramalkan dan mengontrol seperti yang dilakukan
teori nomotetis.
Hakikat Ilmu: Sebuah Tinjauan Filosofis
Kosakata selain ilmu dalam
bahasa indonesia yakni “ilmu pengetahuan” dan “sains”. Sains didapat dari kata
bahasa inggris yaitu science karena
sudah terdapat padanan kata “ilmuwan” untuk scientist
dan “metode ilmiah” untuk scientific
method. Pengetahuan mempunyai beberapa cabang pengetahuan yang salah
satunya adalah ilmu (science),
filsafat, seni, dan agama. Tiap cabang pengetahuan ini dicirikan oleh landasan
ontologi, epistemologi, dan aksiologi yang memberikan karakteristik “ilmiah”
kepada cabang pengetahuan ini yang menyebabkan ilmu adalah sinonim dengan
pengetahuan ilmiah.
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan
terminologi genetik yang mempunyai cabang-cabang pengetahuan yang bersifat
spesifik. Pengetahuan manusia terhadap objek di luar dirinya diperoleh melalui
kemampuannya dalam mengindra, merasa, dan berpikir. Manusia mencoba menemukan
kebenaran baik melalui pengalaman berdasarkan pancaindranya maupun kegiatan
berpikir berdasarkan akalnya. Kegiatan berpikir manusia dapat dibedakan menjadi
dua, yakni kegiatan berpikir yang bersifat nalar (berpikir logis) dan kegiatan
berpikir yang mem-bypass nalar
(berpikir intuitis). Berpikir intuitif merupakan salah satu kemampuan manusia
yang penting untuk menangkap pengetahuan, karena tidak semua pengetahuan
diperoleh melalui penalaran. Disamping itu, untuk pemeluk agama tertentu,
pengetahuan manusia juga bersumber dari wahyu Tuhan YME.
Ontologi Ilmu
Cabang kefilsafatan yang
mempelajari hakikat realitas disebut metafisika. Metafisika terdiri dari dua
aspek yaitu ontologi dan kosmologi. Ontologi mengkaji masalah fundamental dari
realitas seperti ruang dan waktu, sedangkan kosmologi mengkaji masalah mengenai
keterkaitan seluruh entitas umpamanya keteraturan (order).
Ontologi ilmu mencakup batas
telaahan yang dikaji ilmu dan prinsip penafsiran tentang realitas yang menjadi
objek telaahannya. Ilmu membatasi telaahannya hanya pada dunia yang dapat
dijangkau oleh pancaindra yang mempunyai karakteristik:
1.
Realitas adalah gejala fisik.
2.
Berwujud atau fakta atau data.
3.
Merupakan perkiraan dari kenyataan yang
sebenarnya.
4.
Dinyatakan sebagaimana adanya (das Seiri).
Ilmu menyatakan
beberapa anggapan dasar tentang realitas ini yakni bersifat:
a.
Uniform
b.
Relatif tetap
c.
Mempunyai pola baku kejadian
Anggapan dasar tentang realitas
ini dinamakan asumsi, karena itu realitas menurut pandangan ilmu dicerminkan
oleh karakteristik ontologis dan asumsi keilmuan. Kenyataannya, realitas jauh
lebih kompleks dan lebih luas daripada realitas keilmuan tersebut.
Dari Fakta ke Teori
Unit analisis ilmu adalah fakta
yang merupakan unsur yang membentuk realitas. Fakta yang mempunyai
karakteristik tertentu dinamakan data. Pola baku probabilistik yaitu dimana sebab A tidak selalu menghasilkan sebab
B. Pola baku deterministik berlaku
pada semua kejadian tanpa terkecuali seperti “semua manusia akhirnya mati”.
Ilmu tidak hanya puas dengan
mengetahui pola baku ini, tetapi juga ingin menemukan penjelasan “mengapa dan
bagaimana” mendung bisa mengakibatkan timbulnya hujan dengan mengembangkan
teori yang bukan saja mampu menjawab pertanyaan mengenai hubungan mendung
dengan timbulnya hujan, tetapi juga berbagai hal yang mencakup berbagai
pertanyaan yang berkaitan dengan iklim. Lalu ditemukan teori yang berkaitan
dengan iklim yang disebut klimatologi yang sangat berperan dalam kehidupan
modern sekarang ini. Teori klimatologi ini bukan saja mendeskripsikan
faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya hujan, tetapi juga menjelaskan mengapa
hujan turun dan bahkan mampu memprediksikan kapan dan berapa lebat hujan akan
turun.
Teori dan Metode Ilmiah
Teori berawal dari pengamatan
manusia, seperti apa yang kita amati tentang hubungan antara mendung dan
turunnya hujan. Pengetahuan yang kita dapatkan dari pengamatan ini adalah
pengetahuan faktual, sedangkan pengambilan kesimpulan dari hasil pengamatan
dinamakan kegiatan berpikir. Berpikir yang unit analisisnya adalah fakta
dinamakan berpikir faktual.
Disamping berpikir faktual ini,
manusia mengembangkan cara berpikir lain yang dinamakan berpikir konseptual
atau konsepsional. Kalau dalam berpikir faktual, unit analisisnya adalah fakta,
maka dalam berpikir konsepsional unit analisisnya adalah konsep. Konsep adalah
abstraksi dari sekumpulan fakta yang direduksikan menjadi pernyataan verbal.
Dalam hal ini, terjadi lompatan besar dalam cara berpikir manusia. Berpikir
berdasarkan akal sehat unit analisisnya adalah fakta sedangkan berpikir ilmiah
unit analisisnya adalah konsep. Itulah kenapa orang yang terdidik dalam bidang
keilmuan mampu berpikir secara konseptual, sedangkan orang yang tidak terdidik
tidak mampu berpikir seperti itu.
Matematika bukan saja merupakan symbolic language yang efisien,
melainkan juga alat berpikir deduksi yang canggih melebihi deduksi verbal.
Dengan deduksi matematis inilah, maka Newton menyusun teori gravitasi dan
Einstein menyusun teori relativitas. Hal ini tidak mungkin mereka lakukan kalau
hanya mengandalkan bahasa verbal, Newton bahkan mengembangkan matematika khusus
untuk mengartikulasikan teori gravitasinya yang sekarang dikenal sebagai
diferensial dan integral. Teori ilmiah disusun di alam pikiran kita yang
bersifat abstrak dan rasional.
Masalah pengujian kebenaran yang
terkandung dalam teori tersebut dapat dijawab melalui proses pengujian atau
sering disebut sebagai verifikasi. Kebenaran teori ilmiah yang bersifat
rasional ini mengalami proses pengujian di wilayah empiris dengan jembatan
berupa hipotesis. Inilah yang kemudian berkembang menjadi metode ilmiah yang
menggabungkan berpikir deduksi dan induksi dengan jembatan hipotesis yang
terkenal dengan sebutan logico-hipothetico-verifikatif.
Ilmu memfokuskan kajiannya pada
dunia empirik, jadi semua harus bermula dan berakhir di dunia empirik juga.
Teori yang ditemukan ini harus mampu menjelaskan dan memprediksikan gejala
alam. Dalam hubungan ini maka teori gravitasi menjelaskan bahwa bumi dan bulan
berada di orbitnya masing-masing karena adanya gravitasi.
Ilmu dapat disimpulkan sebagai
pengetahuan ilmiah yang diperolah melalui metode ilmiah yang berupa hubungan
antara deduksi dan induksi dengan jembatan hipotesis. Pengetahuan ilmiah
direpresentasikan oleh adanya konteks penemuan dan konteks justifikasi, konteks
justifikasi ini memberikan landasan pembenaran ilmiah terhadap penemuan ilmiah.
Dalam penemuan teori baru, konteks penemuan berada di dunia rasional berupa
seperangkat pernyataan yang tersusun secara deduksi, sedangkan konteks
justifikasi berada di dunia empirik berupa seperangkat data yang mendukung
pernyataan teoretis tersebut. Dalam penelitian terapan, konteks penemuan berada
di dunia empirik berupa hubungan faktual yang merupakan kesimpulan induksi,
sedangkan konteks justifikasi berada di dunia rasional berupa teori ilmiah yang
memayungi penemuan tersebut.
Beberapa Permasalahan Epistemologis dalam Kegiatan Keilmuan
Permasalahan-permasalahan
yang biasa muncul dalam menyusun suatu penelitian ilmiah yaitu:
1.
Betapa sukarnya membimbing mahasiswa dalam
melakukan penelitian tanpa ada konsensus bersama dia antara para dosen tentang
bagaimana caranya melakukan penelitian. Tidak adanya konsensus ini bukan saja
membuat proses bimbingan menjadi terseok-seok tanpa arah, namun yang lebih
penting, mahasiswa lalu menjadi korban karena tak ada pegangan. Penelitian yang
seharusnya merupakan pengalaman intelektual yang menyenangkan, berubah menjadi
mimpi buruk karena pandangan yang berbeda-beda antara para dosen pembimbing dan
promotornya.
2.
Adanya penelitian yang tidak mempunyai konteks
justifikasi. Penelitian hanya mempunyai konteks penemuan yang dibangun di atas pengumpulan
dan pengolahan data. Kalau kita percaya bawa pengetahuan ilmiah dibangun di
atas dua wilayah yang saling melengkapi yakni konteks penemuan dan konteks
justifikasi, maka kegiatan penelitian ini tidak mencerminkan hal itu. Tanpa
justifikasi pada tiap fakta dapat dihubungkan dengan fakta lain meskipun tak
ada argumentasi yang menjelaskan hubungan tersebut. Faktor justifikasi ini yang
berfungsi menjelaskan mengapa satu variabel mempunyai hubungan nyata dengan
variabel lainnya, yang menunjukkan koherensi pengetahuan tersebut dengan
pengetahuan ilmiah lainnya.
3.
Kurang berfungsinya teori ilmiah sebagai acuan
dalam membangun argumentasi deduktif yang menghasilkan hipotesis. Teori ilmiah
hanya berfungsi sebagai referensi teoretis dan bukan kerangka berpikir yang
menjelaskan suatu hubungan. Hipotesis secara langsung diajukan tanpa melalui
penalaran deduktif.
4.
Hipotesis yang diajukan yang tidak bersifat
definitif. Hipotesis hanya menyatakan “ada hubungan” tanpa merinci lebih lanjut
bentuk tanpa merinci siapa yang lebih superior dan inferior. Pengajuan
hipotesis seperti ini biasanya dikaitkan dengan persepsi bawa hasil penelitian
secara final disimpulkan oleh data. Dalam konteks ini, kita tidak secara
apriori menduga kesimpulan induksi data namun menerima sepenuhnya kesimpulan
induksi data itu secara aposteriori. Hal ini juga tidak sepenuhnya mencerminkan
semangat metode ilmiah yang merupakan gabungan berpikir deduktif dan induktif.
Kedua cara berpikir ini sejatinya bukan saja saling memperkuat, tetapi sekaligus
juga saling mengoreksi.
5.
Banyaknya penelitian deskriptif yang dilakukan
sebagai penelitian akademik Penelitian deskriptif ini tidak membutuhkan deduksi
karena tidak menganalisis hubungan antar variabel. Penelitian deskriptif
sebagai penelitian akademik tidak membentuk kemampuan penalaran dan tidak
memfungsionalkan teori ilmiah sebagai acuan. Tentu saja pengecualian harus
diberikan kepada disiplin keilmuan idiografis yang tujuan utama analisisnya
bersifat deskriptif umpamanya antropologi. Bentuk penelitian deskriptif tidak
optimal sebagai sarana pendidikan bagi disiplin keilmuan nomotetis yang
mementingkan penalaran dan pemikiran yang bersifat konseptual.
6.
Bentuk epistemologi yang dipergunakan dalam
penelitian akademik yang lebih berorientasi pada penemuan daripada membentuk
cara berpikir. Epistemologi yang sekarang sering dipergunakan adalah
epistemologi penemuan ilmiah yang mendahulukan konteks penemuan yang diikuti
oleh konteks justifikasi. Artinya, data harus dikumpulkan dan diolah dan
kesimpulannya kemudian dibahas untuk menyusun justifikasinya. Epistemologi ini
lebih cocok untuk peneliti profesional daripada mahasiswa yang sedang berada
dalam proses belajar.
Semua masalah tersebut
mengerucut pada kesimpulan bahwa penelitian dewasa ini tidak merefleksikan sepenuhnya
metode ilmiah dan kurang membentuk cara berpikir ilmiah yang bersifat
konsepsional, nalar, dan antisipatif.
Kegunaan Ilmu
Pengetahuan ilmiah diajarkan
melalui serangkaian kegiatan belajar-mengajar dan pada akhir pendidikan
diadakan evaluasi untuk menilai sejauh mana pengetahuan ilmiah itu dikuasai.
Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menguasai
pengetahuan ilmiah itu secara substantif dan jarang dilakukan untuk menguji
kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan ilmiah itu secara aplikatif dalam
pemecahan masalah.
Secara sederhana,
teori Maslow dapat direpresentasikan oleh tiga proposisi utama yakni:
1.
Perilaku manusia yang didorong oleh adanya
kebutuhan.
2.
Dalam satu momen tertentu manusia mungkin
mempunyai beberapa kebutuhan, namun hanya kebutuhan yang prioritas yang paling
tinggilah yang mendorong perilaku manusia pada saat itu.
3.
Kebutuhan manusia yang banyak itu dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kategori dan kategori-kategori itu menyusun
hierarki berjenjang dalam proses pemenuhan kebutuhannya.
Hierarki kebutuhan ini
diurut dari kebutuhan paling rendah sampai paling tinggi. Hierarki kebutuhan
ini jika diurut menurut hierarkinya adalah kebutuhan:
1.
Fisiologis; merupakan kebutuhan dasar manusia
(kebutuhan ekonomi), seperti kebutuhan biologis, makan, pakaian, dan tempat
tinggal.
2.
Rasa aman
3.
Sosial
4.
Harga diri
5.
Aktualisasi diri
Kebutuhan manusia yang
hierarkinya lebih tinggi baru akan muncul bila kebutuhan lebih rendah telah
terpenuhi.
Pengajuan Hipotesis Berdasarkan Teori Maslow
Pengetahuan ilmiah pada
hakikatnya merupakan sumber pengetahuan untuk mendapatkan “jawaban sementara”
atau “hipotesis” terhadap permasalahan yang kita hadapi. Hipotesis diturunkan
dengan melalui penalaran deduksi dengan mempergunakan proposisi teori ilmiah
sebagai premisnya. Tanpa penalaran, maka pengetahuan ilmiah tidak akan
berfungsi secata optimal dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan teori Maslow, sopir
bis kota mengendarai kendaraannya secara ugal-ugalan disebabkan kebutuhan rasa
aman belum muncul. Bukan berarti bahwa supir ugal-ugalan itu tidak mempunyai
kebutuhan rasa aman, melainkan rasa aman, sebab bagaimanapun dia punya istri
dan anak yang mungkin mendoakan keselamatannya di rumah, namun kebutuhan akan
rasa aman ini dikalahkan oleh kebutuhan yang lebih dominan yang belum
terpenuhi.
Dari hipotesis yang kita ajukan,
sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang dihadapi, harus kita
verifikasi kebenarannya secara empiris dengan jalan melakukan penelitian. Namun
harus dilihat bahwa tujuan akhir kita bukanlah penelitian, melainkan menemukan
jawaban untuk menanggulangi perilaku supir bis kota yang ugal-ugalan.
Penelitian adalah kegiatan perantara untuk menguji dugaan kita apakah didukung
data atau tidak. Dalam realitas hidup yang sebenarnya, hipotesis itu diujikan
dengan mengimplementasikan sebagai kebijakan publik secara terbatas sebagai uji
coba. Pengujian hipotesis bukanlah tujuan akhir dari proses pemecahan masalah,
melainkan rekomendasi pemecahan masalah berdasarkan tesis yang telah teruji
kebenarannya.
Implikasi Penelitian
Dalam penelitian yang
menghasilkan teori baru, tugas utama penelitian adalah menyusun dan menguji
keabsahan teori tersebut. Namun, bagi penelitian terapan yang bertujuan untuk
memecahkan masalah tertentu, maka menemukan hipotesis yang teruji hanyalah
merupakan langkah awal untuk mengembangkan pemecahan masalah yang sebenarnya.
Melakukan verifikasi teori
ilmiah hanya untuk verifikasi, tidak banyak gunanya terkecuali falsifikasi
terhadap sebuah teori. Kita bisa melakukan proses falsifikasi terhadap teori
Maslow di tanah Bugis, sebab disana kebutuhan hidup tidak mengikuti hierarki
Maslow. Dengan proses falsifikasi ini maka gugurlah teori Maslow di tanah Bugis
dan digantikan oleh teori baru yang merupakan modifikasi dari teori tersebut.
Falsifikasi ala Karl Popper lebih ditujukan untuk menilai kebenaran sebuah
teori dan bukan untuk menggunakannya. Penelitian tetapan adalah penelitian yang
menggunakan teori untuk pemecahan masalah dan bukan untuk menilai kebenaran teori
yang kita pergunakan.
Ilmu berfungsi bukan sekedar
untuk mendeskripsikan, menjelaskan, dan memprediksikan gejala alam, namun juga
sekaligus mengontrolnya. Pemecahan terhadap permasalahan yang diajukan dalam
penelitian, yang pada hakikatnya merupakan upaya untuk mengontrol kejadian agar
sesuai dengan kehendak kita, merupakan tujuan utama penelitian dan bukan
pengujian hipotesis, walaupun pemecahan yang diajukan memang harus didasarkan
kepada hipotesis yang telah teruji agar mempunyai landasan keilmuan yang dapat
diandalkan.
Analisis kebijakan
menghasilkan rencana aksi yang keampuhannya akan kita coba dalam kegiatan
pemecahan masalah. Peranan keilmuan akan dapat dimanfaatkan kembali, yakni
dengan merancang dan melaksanakan action
research dalam skala kecil untuk menguji keampuhan konsep yang dihasilkan.
Setelah konsep itu berhasil dalam skala kecil, maka akan diimplementasi dalam
skala yang luas, sehingga kegiatan ilmiah berfungsi secara optimal dalam
permasalahan yang dihadapi.
Teori vs Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ilmu-ilmu alam
yang dilaksanakan di laboratorium, lingkungan penelitian dapat dikontrol secara
fisik. Tetapi, dalam ilmu-ilmu sosial, dimana laboratoriumnya adalah kehidupan,
kontrol secara fisik adalah mustahil dilakukan, dan bila pun hal ini
dipaksakan, maka keadaannya menjadi tidak alamiah dan menjadi artifisial.
Penelitian ilmu-ilmu sosial hanya melakukan kontrol melalui proses randomisasi
dan desain penelitian yang artinya dengan proses pengacakan maka faktor-faktor
lain yang tidak diteliti dianggap tersebar menurut distribusi normal dan dengan
demikian tidak mempunyai pengaruh yang sistematis terhadap faktor yang menjadi
variabel penelitian. Sedangkan variabel penelitian, diatur sedemikian rupa
berdasarkan desain tertentu sehingga kita bisa menganalisis pengaruh variabel
yang satu dengan variabel yang lainnya.
Dalam penelitian ilmu-ilmu alam
yang mempergunakan metode eksperimen, ilmuwan sudah terkondisikan untuk secara
langsung menarik kesimpulan dari data empirik tanpa terlalu memperhatikan teori
keilmuan secara apriori (sebelum kesimpulan penelitian ditarik). Teori keilmuan
baru dimanfaatkan secara aposteriori (sesudah kesimpulan penelitian ditarik)
sebagai jutifikasi hasil penelitian.
Teori-teori yang ada dapat
dianggap sebagai kerangka berpikir yang kita evaluasi melalui dua aspek. (1)
tingkat rasionalitas argumentasinya; (2) keakuratan prediksinya. Kerangka
berpikir yang paling rasional dan paling akurat prediksinya itulah yang akan
dipilih untuk menjelaskan kejadian tersebut global. Sedangkan dalam ilmu-ilmu
sosial, terdapat beberapa teori yang menjelaskan satu kejadian yang sama, atau
yang lebih sering terjadi, sama sekali tak terdapat teori apapun yang
menjelaskan suatu kejadian tertentu.
Upaya untuk menyusun teori-teori
ilmu sosial, seperti yang berkembang dalam ilmu-ilmu alam, secara de facto sudah ditinggalkan. Ilmu-ilmu
sosial tidak lagi mengembangkan teori nomotetis yakni teori yang
mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol gejala alam,
melainkan teori genetis yakni teori yang mendeskripsikan substansi objek
tertentu Teori genetis mencakup deskripsi mengenai karakteristik entitas
tertentu dari berbagai segi, kategorisasi, relasi, fungsi, cara kerja,
pengembangan, dan sebagainya.
Penguasaan Sarana Berpikir Ilmiah
Salah satu kemampuan istimewa
manusia yang tidak dipunyai makhluk lain adalah kemampuan berbahasa. Penelitian
terakhir menyimpulkan bahwa bahkan bayi pun mengembangkan bahasa untuk
menyatakan bahwa mereka lapar, merasa tidak nyaman atau ingin buang air.
Melalui bahasa inilah manusia mampu mengartikulasikan pikirannya dan
menyampaikan buah pikiran itu kepada orang lain. Matematika pada hakikatnya
merupakan bentuk lain dari bahasa. Matematika membantu manusia untuk melakukan
proses berpikir deduktif yang canggih dan rumit yang tak mungkin dilakukan oleh
bahasa verbal disamping kemampuan lainnya yang bersifat terukur secara
kuantitatif. Untuk proses berpikir induktif, manusia dibantu oleh statistika
yang juga membantu manusia dengan kemampuan lain seperti penarikan kesimpulan
secara praktis dan ekonomis dengan mempergunakan metode pengambilan contoh
(sampling). Metodologi penelitian juga telah berkembang dengan pesat sebagai
alat untuk merancang penelitaian agar kesimpulan yang ditarik bersifat akurat dan
absah.
Keutuhan Pengetahuan
Pengetahuan ilmiah berkembang
relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan pengetahuan-pengatahuan lainnya.
Dunia pengetahuan seakan terbagi dalam dikotomi antara dunia ilmiah dan
non-ilmiah. Dunia non-ilmiah ini dikenal sebagai humaniora yang mencakup semua
cabang pengetahuan, terkecuali ilmu dan sarana yang secara khusus terkait
dengannya seperti matematika dan statistika. Matematika adalah pengetahuan
berdasarkan deduksi dan statistika adalah pengetahuan berdasarkan induksi,
namun karena keduanya terkait erat dengan kegiatan ilmiah, maka mereka
dikelompokkan dalam dunia keilmuan vis-à-vis
dunia humaniora. Pengetahuan lainnya seperti filsafat, bahasa, seni, moral, dan
agama tergolong kepada kelompok humaniora.
Kaveling pengetahuan adalah
landasan ontologi pengetahuan tersebut yang merupakan batas-batas
penelaahannya. Bangunan pengetahuan adalah landasan epistemologi yang merupakan
prosedur pemerolehan pengetahuan dan tubuh pengetahuan yang disusunnya. Atap
pengetahuan merupakan landasan aksiologi baik itu bersifat internal atau
eksternal. Nilai internal merupakan nilai yang mengarah ke dalam yang berkaitan
dengan prosedur pemerolehan pengetahuan. Nilai internal juga memberikan
landasan moral tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh diteliti,
umpamanya saja penelitian rekayasa genetika yang penuh dengan kontroversi.
Nilai eksternal merupakan nilai yang mengarah ke luar yang berkaitan dengan
penggunaan pengetahuan yang diperoleh. Pengetahuan juga dapat dikaitkan dengan nilai
sosial yang mencermikan kedudukan dan pengaruhnya dalam kehidupan
bermasyarakat.
Kebenaran ilmiah harus diperoleh
melalui kejujuran yang merupakan asas moral. Ilmu dan teknologi yang diperoleh
harus dipergunakan untuk kebaikan.
Metodologi Ilmiah:
Epistemologi Pemecahan Masalah
Epistemologi adalah landasan
kefilsafatan yang berkaitan dengan proses penemuan dan penyusunan pengetahuan.
Epistemologi ilmu adalah bagian dari ilmu filsafat yang membahas proses dan
penyusunan pengetahuan ilmiah. Pertanyaan-pertanyaan pokok yang ingin dijawab
oleh epistemologi ilmu antara lain adalah: Apakah sumber pengetahuan itu?
Bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan yang bersifat
ilmiah? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita
memperoleh pengetahuan yang benar? Apakah yang disebut kebenaran oleh ilmu?
Apakah kriteria kebenarannya? Teknik atau cara apa yang dapat dipergunakan
dalam membantu kita memperoleh pengetahuan ilmiah? Sarana apakah yang dapat
membantu kegiatan menemukan pengetahuan ilmiah?
Metode di atas adalah metode ilmiah. Metode ilmiah adalah cara
atau prosedur untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dengan langkah-langkah yang
sistematis. Metodologi adalah pengetahuan tentang metode, atau lebih rinci
lagi, kajian yang mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat sebuah metode.
Fakta: Titik Awal
dan Titik Akhir Penelaahan Ilmiah
Berpikir merupakan kegiatan
mental yang menghasilkan pengetahuan dan metode ilmiah merupakan ekspresi
mengenai cara bekerja pikiran untuk menghasilkan pengetahuan ilmiah.
Unsur pertama ialah wilayah
penjelajahan yang dicakup dalam kegiatan ilmiah serta penafsiran tentang
realitas yang ada di dalam wilayah kegiatan itu. Secara kefilsafatan terkandung
dalam landasan ontologi dan metafisika keilmuan. Kita tidak bisa membahas
masalah epistemologi tanpa mengkaitkannya dengan landasan ontologi sebab ada
kaitan struktural dan substansial antara keduanya. Ontologi diibaratkan
kaveling tanah dan epistemologi diibaratkan bangunan rumah yang akan didirikan
di atas kaveling tersebut.
Objek penelaahan ilmu berada di
dunia empiris. Unit analisis dunia empiris adalah fakta. Fakta adalah unsur
realitas, dan sabaliknya, totalitas fakta membentuk realitas. Jadi bagi ilmu
realitas adalah kumpulan fakta yang dapat dijangkau oleh pancaindra.
Konsepsi adalah gagasan atau
idea yang diabstraksikan dari fakta-fakta yang memungkinkan kita untuk memahami
secara sekaligus berbagai fakta yang tercakup dalam konsepsi tersebut. Salah
satu bentuk konsepsi adalah teori ilmiah yang mampu mendeskripsikan,
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol gejala alam.
Dari Fakta ke Teori
Paham empirisme berpendapat
bahwa lewat proses induksi kita akan dapat menyusun teori ilmiah yang mampu
menafsirkan secara konsepsional berbagai fakta di dunia empiris. Pendapat ini
tidak benar, sebab induksi hanya mampu menarik kesimpulan kausal tentang
hubungan faktual namun tidak mungkin menyusun teori bersifat konsepsional.
Teori disusun secara logis dan sistematis berdasarkan pengamatan empiris. Ilmu
menggunakan baik paham empirisme maupun paham rasionalisme sebagai sumber
pengetahuannya. Kedua paham itu bersifat saling memperkuat dalam menemukan
pengetahuan yang bersifat konseptual dan teruji.
Hipotesis adalah serangkaian
pernyataan yang dideduksikan dari teori ilmiah yang kebenarannya dapat diuji di
dunia empiris. Dunia empiris adalah titik awal dan titik akhir dari kegiatan
ilmiah. "Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta", kata
Einstein, "apa pun teori yang menjembatani antara keduanya". Prosedur
yang menggabungkan berpikir rasional dan pengamatan empiris dengan jembatan
berupa hipotesis ini dinamakan metode
ilmiah. Atau lebih dikenal metode logico-hypothetico-verifikatif.
Prosedur yang ditempuh dalam penemuan baru ini, baik berupa teori atau penemuan
apa saja, untuk memudahkan analisis dinamakan epistemologi penemuan teori baru.
Deduksi Hipotesis
Katakanlah kita ingin melakukan
verifikasi terhadap kebenaran "hukum pembentukan harga" dalam ilmu
ekonomi yang menyatakan bahwa: (1) jika permintaan tetap sedangkan penawaran
naik maka harga akan turun; (2) jika permintaan tetap sedangkan penawaran turun
maka harga akan naik.
Verifikasi empiris terhadap
kebenaran pernyataan di atas dapat kita lakukan pada benda ekonomi yang mempunyai
permintaan tetap sepanjang waktu seperti beras. Satu hal yang ingin digaris
bawahi di sini ialah bahwa hipotesis yang diajukan merupakan suatu deduksi dari
suatu pemikiran yang kebenarannya kita ingin verifikasi. Hipotesis di sini
diajukan tidak secara begitu saja melainkan ditopang oleh suatu kerangka
berpikir yang merupakan argumentasi. Hipotesis yang menyatakan "terdapat
hubungan antara x dan y" atau "terdapat perbedaan antara x dan
y". Hipotesis semacam ini, kalau kita telusuri secara jujur, lebih merupakan
hipotesis statistik daripada hipotesis penelitian.
Deduksi Nomologis, Deduksi Rasional dan Rational Choice Theory(RCT)
Hipotesis mengenai fluktuasi
harga dideduksikan dari suatu teori yakni teori atau hukum pembentukan harga.
Deduksi ini dinamakan deduksi nomologis yang berarti bahwa argumentasi yang
dilakukan dalam penarikan kesimpulan berasal dari teori atau pernyataan yang
sama.
Ilmu-ilmu sosial telah
meninggalkan upaya untuk menyusun suatu grand
theory yang bersifat monistis karena teori semacam ini hanya membarikan
sedikit proporsi yang rinci untuk memperoleh hipotesis yang bisa dibuktikan.
Teori semacam ini berguna sebagai kerangka acuan yang disebut sensitizing concept yang mengarahkan
peneliti pada variabel-variabel tertentu dalam penelitian. Teori yang lebih
sederhana, yang disebut middle range
theory (teori jalan tengah) digagas oleh Robert Merton, telah dicoba
dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial. Walaupun jumlahnya terlalu sedikit
sehingga peneliti ilmu-ilmu sosial sering tidak bisa menemukan teori yang bisa
dijadikan payung bagi penelitiannya.
Teori kepemimpinan dalam
manajemen cukup dikenal dan cukup fungsional untuk mendeskripsikan
bermacam-macam bentuk kepemimpinan dalam manajemen namun tidak dapat membuat
prediksi. Untuk tujuan analisis, maka teori yang tidak bersifat nomotetis ini,
kita sebut sebagai teori genetis.
Masalah yang dihadapi peneliti
ilmu-ilmu sosial dewasa ini adalah bagaimana kita bisa melakukan prediksi
dengan dasar teori genetis yang tidak mempunyai kemampuan profetik. Untuk itu
kita dapat berpaling kepada Rational
Choice Theory (RCT) sebagai dasar filosofis untuk melakukan prediksi yang
dikembangkan bersama George Homans (1961), Peter Blau (1964), dan Coleman
(1973). Dalam RCT, unit elementer dari kehidupan sosial adalah individu dan
semua gejala sosial yang kompleks. Dalam konteks ini, individu dimotivasi oleh
keinginan atau tujuan yang mencerminkan preferensi mereka. Berdasarkan hal ini
maka mereka harus melakukan pilihan, baik dikaitkan dengan tujuan maupun cara
mencapai tujuan. RCT menganggap bahwa individu harus dapat mengantisipasi hasil
dari berbagai alternatif yang dapat dilakukan dan memilih alternatif yang
terbaik bagi dia.
Maka tugas peneliti adalah
mengkonstruksikan teori yang logis dan koheren yang memprediksikan tindakan
manusia dengan asumsi bahwa manusia akan berpikir rasional. Dalam mengkonstruksikan
penjelasan rasional ini kita harus memperhitungkan berbagai asumsi yang
terdapat dalam realitas sosial. Realitas sosial begitu beragam yang menyebabkan
generalisasi yang berlaku secara universal sukar dilakukan.
RCT dapat dipergunakan untuk
mengembangkan model realitas yang kebenarannya dapat diiuji sacara empiris.
Model realitas ini dapat merupakan modifikasi dari model yang diturunkan dari
teori nomotetis. Membedakan hipotesis konseptual yang akan kita uji secara
empiris dan hipotesis statistis untuk analisis pengujian statistis. Dalam
kehidupan sehari-hari, kalau kita kelak menjadi eksekutif yang harus memutuskan
masalah, keputusan kita pada hakikat nya merupakan hipotesis yang definitif
dengan memperhatikan berbagai faktor.
Epistemologi Pemecahan Masalah
Epistemologi penemuan teori baru
adalah prosedur yang dilakukan melalui metode ilmiah untuk menemukan teori
baru. Untuk tujuan penelitian akademik kita akan mengembangkan prosedur baru
yang dinamakan epistemologi pemecahan masalah. Dengan tetap merujuk kepada
metode ilmiah yang berupa logico-hypothetico-verifikatif
maka prosedurnya mengalami modifikasi.
Setelah masalah dirumuskan di
dunia empirik maka kita tidak langsung melakukan induksi seperti apa yang
dilakukan dalam epistemologi penemuan teori baru namun melakukan deduksi untuk
menyimpulkan hipotesis yang disusun dengan mengacu kepada teori-teori ilmiah
yang relevan. Berdasarkan premis yang diambil dari teori-teori ilmiah ini maka
disusun secara deduktif kerangka berpikir yang merupakan argumentasi bagi
pengajuan hipotesis. Ide yang bersifat apriori ini adalah teori ilmiah yang
kita kenali lewat proses belajar teori keilmuan.
Induksi dilakukan dalam rangka
verifikasi hipotesis yang kita ajukan, atau lebih tepat lagi, pengumpulan dan
pengolahan data dalam rangka pemecahan masalah diarahkan oleh hipotesis yang diajukan. Kita mempergunakan teori
untuk memecahkan masalah yang dihadapi sesuai dengan fungsi teori ilmiah yang
sebenarnya. Hipotesis akan diuji kebenarannya sebelum dijadikan dasar bagi
pemecahan masalah selanjutnya.
Baik epistemologi penemuan teori
baru maupun epistemologi pemecahan masalah keduanya mempergunakan metode logico-hypothetico-verifikatif.
Epistemologi pemecahan masalah meninggikan cara berpikir rasional dan konseptual
dengan tujuan memanfaatkan secara maksimal berbagai pengetahuan ilmiah yang
telah dipelajarinya selama ini.
Kita melihat banyak penelitian
akademik kita yang hanya melakukan induksi dan tanpa deduksi. Penelitian dengan
hanya mengandalkan induktif ini adalah metode paham empirisme yang berasal dari
induksi Baconian dan bukan metode ilmiah yang menggabungkan paham empirisme dan
rasionalisme dengan jembatan hipotesis. Induksi semacam ini hanya menghasilkan
pengetahuan faktual tanpa kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan yang
bersifat konseptual. Bagi penelitian akademik, prosedur semacam ini tidak
bersifat mendemonstrasikan metode ilmiah yang sesungguhnya.
Evaluasi Kritis
Dalam epistemologi penemuan
teori baru sekiranya hipotesis yang dideduksikan dari teori itu ditolak dalam
proses verifikasi maka otomatis teori itu gugur sebab diangggap tidak benar.
Lain halnya dengan epistemologi pemecahan masalah. Hipotesis yang ditolak bukan
berarti bahwa konsep pemecahan yang diajukan itu tidak benar namun mungkin saja
bahwa penolakan ini disebabkan oleh hal lain. Kita harus mengeksplorasi
kemungkinan lain ini sebab revaluasi yang bersifat kritis terhadap hasil
pengujian hipotesis mungkin akan membuka koridor terhadap penemuan penelitian.
Sebab lain ini ialah kemungkinan bahwa kita melakukan kesalahan dalam
metodologi penelitian atau kita melakukan kesalahan dalam penyususan kerangka
berpikir.
Kalau ternyata kita menemukan
kekeliruan dalam aspek metodologis yang mengakibatkan ditolaknya hipotesis yang
diajukan maka kita harus menunda kesimpulan pengujian hipotesis ini. Kita bisa
menyatakan bahwa kita belum bisa menyimpulkan hasil pengujian hipotesis
disebabkan adanya kesalahan dalam metodologi penelitian. Dengan demikian masih
terbuka kesempatan untuk menguji kebenaran jawaban sementara yang kita ajukan.
Jadi hipotesis definitif yang
diterima atau ditolak sama-sama akan mengarahkan kita kebenaran selama
penalaran berfungsi dalam penelitian.
Kriteria Kebenaran dalam Kegiatan Keilmuan
Kita mempergunakan teori kebenaran
koherensi dalam proses deduksi dan teori kebenaran korespondensi dalam proses
induksi. Teori pragmatisme kita pergunakan dalam menilai kebenaran teori ilmiah
yang selalu silih berganti sesuai dengan perkembangan pengetahuan ilmiah.
Kriteria kebenaran keilmuan
tercermin dalam membagi kegiatan keilmuan menjadi dua wilayah yakni konteks penemuan dan konteks justifikasi (pembenaran).
Artinya suatu penemuan penelitian harus mempunyai justifikasi agar dapat
dianggap memiliki kebenaran secara ilmiah. Maka kita membedakan antara penelitian murni yang bertujuan
menemukan teori baru dan penelitian
terapan yang bertujuan memecahkan masalah dengan mempergunakan teori yang
telah ditemukan. Dalam hal ini maka konteks penemuan teori baru berada di dunia
rasional dan konteks justifikasi berada di dunia empiris. Sedangkan penelitian
terapan bersifat sebaliknya, konteks penemuannya berada di dunia empiris
(berupa hubungan faktual) dan konteks justifikasinya berada di dunia rasional
(berupa teori).
Teori yang ditemukan di dunia
rasional selanjutnya merupakan referensi teoretis untuk mendeskripsikan,
menjelaskan, memprediksikan dan mengontrol gejala alam yang berada di dunia
empiris. Sebaliknya, penemuan faktual di dunia empiris dapat mengacu kepada
teori yang bermukim di dunia rasional untuk memberikan justifikasi berupa
argumentasi teoretis tentang penemuan empiris tersebut. Epistemologi pemecahan
masalah adalah prosedur yang bernaung dalam penelitian terapan dengan
memanfaatkan teori-teori keilmuan yang telah ditemukan.
Berdasarkan posisi
konteks penemuan dan konteks justifikasi kita dapat membagi epistemologi
penelitian terapan menjadi dua bentuk. Bentuk pertama adalah epistemoogi pemecahan masalah dengan
konteks justifikasi didahulukan dan diikuti oleh konteks penemuan. Bentuk kedua
adalah mendahulukan konteks penemuan yang diikuti oleh konteks justifikasi.
Itulah sebabnya epistemologi ini dinamakan epistemologi
penemuan ilmiah.
Epistemologi penemuan ilmiah
merupakan bentuk epistemologi yang sekarang banyak dipergunakan di negara kita.
Epistemologi ini mendahulukan kesimpulan yang ditarik dari pengumpulan data dan
selanjutnya dibahas untuk memberikan justifikasi terhadap penemuan empiris
tersebut.
Epistemologi pemecahan masalah
merupakan bentuk epistemologi yang kurang
dikenal di negara kita yang sebenarnya justru bersifat sangat fungsional
dalam pendidikan keilmuan.
Berpikir Konsepsional, Nalar, dan Antisipatif
Saya sependapat dengan Easley
bahwa metode ilmiah merupakan hal yang penting bagi komunitas ilmiah untuk
melaksanakan kritik terhadap hasil
penelitian ilmuwan lain dan penting bagi sistem pendidikan dalam mendidik calon ilmuwan. Di kemudian hari
para lulusan yang tidak bekerja dalam
profesi keilmuwan akan lebih bergelut dengan cara berpikir konsepsional, nalar, dan antisipatif dalam
masalah-masalah sosial ketimbang proses pengumpulan dan pengolahan data dalam masalah ilmu-ilmu alam.
Para pengambil keputusan harus
mampu berpikir dengan cepat secara konsepsional, nalar dan antisipatif. Dalam
realitas kehidupan yang nyata jarang para pengambil keputusan mempunyai data
yang lengkap yang dapat dijadikan dasar bagi pengambilan keputusan. Keputusan
itu dilakukan berdasarkan pertimbangan rasional yang didukung oleh nalar yang
bekerja baik. Kalau pengambilan keputusan tidak mampu berpikir nalar dan
konsepsional dalam mencari pemecahan hipotesis terhadap permasalahan
sehari-hari maka pendidikan keilmuan pada esensi yang paling penting telah
gagal membentuk cara berpikir ilmiah.
Penguasaan Metode Ilmiah di
Perguruan Tinggi
Di samping metodologi penelitian
yang mengacu kepada metode ilmiah yang berasaskan logico-hyphotetico-verifikatif ini, yang sering disebut metode
penelitian positivistik, terdapat berbagai metodologi penelitian yang mengacu
kepada bentuk pemikiran lain seumpama metodologi penelitian kualitatif.
Pemikiran dalam keilmuan dapat dibagi ke dalam dua kategori yakni pemikiran
nomotetik dan idiografik. Pengetahuan keilmuan yang bersifat nomotetik adalah
pengetahuan ilmiah yang mempelajari fakta empiris dengan tujuan
mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan dengan mengontrol gejala alam.
Pengetahuan keilmuan yang bersifat idiografik adalah pengetahuan ilmiah yang
mempelajari "alam dan manusia dalam setting
yang alamiah" dengan tujuan untuk mendapatkan pengertian (understanding) berdasarkan cara pandang
manusia yang hidup dalam setting tersebut.
Disiplin keilmuan kadang-kadang
dibagi ke dalam kategori disiplin keilmuan nomotetis dan idiografis. Semua
disiplin keilmuan ilmu-ilmu sosial dimasukkan ke dalam kategori disiplin
keilmuan nomotetik terkecuali antropologi. Hanya antropologi yang dimasukkan ke
dalam disiplin keilmuan idiografis. Pembagian ke dalam dua kategori ini lebih
ditekankan kepada prioritas dalam tujuan penyusunan tubuh pengetahuan ilmiahnya.
Antara paradigma penelitian
positivistik dan paradigma penelitian kualitatif tidak bersifat saling
menafikan melainkan saling membutuhkan.
Sebaiknya semua program S1
(program sarjana) memprioritaskan paradigma penelitian positivistik, yang
memungkinkan lulusan dari disiplin apa pun mempunyai kemampuan berpikir nalar,
konsepsional dan antisipatif yang diperlukan dalam pengambilan keputusan.
Metodologi penelitian kualitatif bukanlah paradigma yang mengacu kepada teori
dalam kegiatannya sebab sejatinya paradigma kualitatif bersifat mengembangkan
teori (theory generating). Program S2
(program magister) dan S3 (program doktor) dapat mempergunakan metodologi
penelitian kualitatif untuk penelitian akademiknya.
Hasil penelitian tidak
hanya akan menjadi pajangan namun secara konkret tampil didepan memberikan
suluh dalam kegiatan. Kita tidak dapat berdiam diri dan hanya menyerahkan masa
depan kepada perjalanan waktu tanpa persiapan. Kita harus berupaya melihat ufuk
kejauhan sebaik mungkin seperti apa yang dikatakan Macbeth:
Andaikan kau dapat menatap kedalam
benih-benih waktu
Dan mengatakan butir mana yang akan
tumbuh
Dan mana yang akan layu ...
(If you can look into the seeds of time
And which grain will grow
And which will not ...)
Dikotomi Penelitian
Akademik
Dan Profesional
The song is to the singer, and comes back
most him,
The teaching is to the teacher, and comes
back most to him.
Walt Whitman, Leaves of Grass
The song not the Singer
Dalam penelitian
profesional yang penting adalah hasilnya. Peneliti profesional, berbeda dengan
anggapan orang, adalah kegiatan yang tidak sistematis namun penuh dengan
imajinasi dan kreativitas yang tidak ada dalam
buku teks. Dalam konteks ini, meminjam perkataan pemenang Nobel fisika
P. W. Bridgman, kegiatan ilmiah merupakan “cara berpikir gue semau gue” (doing
one’s damnedest with one’s mind, no hold barred). Secara etimologis hal ini
berarti: temukan dulu, kemudian berikan justifikasi keilmuan. Proses ini
bersifat sirkular, penuh pengulangan serta cek dan re-cek.
Setelah permasalahan penelitian
dirumuskan maka langsung dilakukan pengumpulan data berdasarkan referensi yang ditulis dalam
kajian pustaka. Hipotesis diajukan namun lebih berfungsi sebagai hipotesis yang
tidak bersifat definitive. Setelah
data dikumpulkan kemudian diolah dan disimpulkan sebagai kesimpulan penelitian.
Kemudian diberikan penjelasan teoretis dalam pembahasan. Lengkaplah
langkah-langkah penelitian yang terdiri dari masalah-konteks penemuan-konteks
justifikasi.
Epistemologi ini memberikan
kemudahan kepada ilmuwan professional sebab tidak usah mengajukan
hipotesis yang definitive sebelum pengumpulan data dilakukan. Epistemologi ini
mengandung bahaya sebab cenderung menerima tanpa penalaran kritis apapun yang
menjadi kesimpulan data.
The Singer not the Song
Penelitian akademik, berbeda dengan penelitian
profesional yang mengutamakan output, harus lebih menekankan proses dalam
pelaksanaannya.
Penelitian akademik pada
hakikatnya bertujuan memberikan kemampuan kepada peserta didik untuk menguasai dan
mempraktikan segenap aspek keilmuan dari teori-teori ilmiah yang sudah
dipelajarinya selama ini sesuai dengan hakikat keilmuan. Secara lebih
terperinci penelitian akademik bertujuan melatih kemampuan yang mencakup antara
lain (1) menerapkan teori sesuai dengan fungsinya; (2) menyusun kerangka berpikir dalam menghadapi masalah;
(3) berpikir prediktif (hipotesis) berdasarkan kerangka
berpikir yang argumentative dan
nalar; (4) kemampuan menyusun instrumen
penelitian dan kalibrasinya (validitas dan reliabilitas); (5) kemampuan
menyusun metodologi penelitian yang sesuai dengan permasalahan (metode
penelitian, metode pengambilan contoh, dan metode pengambilan data); (6)
menafsirkan kesimpulan data secara kritis dengan melakukan re-cek terhadap
metodologi penelitian bila terdapat keraguan; (7) menarik kesimpulan secara kritis terhadap
hasil penguji hipotesis; dan (8) mengembangkan implikasi penelitian dalam upaya
pemecahan masalah.
Berpikir konseptual, nalar, dan
prediktif merupakan ciri utama dari epistemology. Bagi penguji hipotesis
netral bila datanya menunjukan pengaruh positif atau negatif maka hal itu tidak
menjadi soal. Lain bagi peneltiti yang mengajukan hipotesis definitive yang konsisten dengan teori
ilmiah. Untuk itu dia tidak percaya begitu saja kepada data yang diperolehnya
dan melakukan evaluasi kritis terhadap apa yang telah dilakukannya. Pertama dia
melakukan evaluasi terhadap metodologi penelitian. jika tidak ada kekeliruan
dia mulai mencari penjelasan logis terhadap data yang tidak konsisten dengan
teori yang dipergunakannya.
Hipotesis yang
orisinal biasanya melawan arus dan betul-betul harus didukung oleh argumentasi yang kuat. Inilah kelebihan epistemology pemecahan masalah yang
cocok untuk kegiatan pendidikan dalam mengembangkan berpikir konseptual, nalar,
dan antisipatif. Kalau hal ini sudah terbiasa menjadi nilai yang membentuk
karakter individu yang selanjutnya membentuk karakter bangsa.
Ke Arah Diverisifikasi Kegiatan Penelitian
Aspek-aspek penelitian seperti
bentuk penelitian, perumusan masalah, kajian kepustakaan, proses pengumpulan,
dan analisis data serta penyajian laporan penelitian, semuanya mengacu kepada
tujuan keilmuan yang ingin diwujudkan dalam kegiatan penelitian.
Pada dasarnya penelitian dapat digolongkan ke
dalam tiga kategori dasar yakni penelitian akademik, profesional, dan
institusional (atau dapat disebut juga penelitian kebijakan). Penelitian
akademik adalah penelitian yang dilakukan seorang peneliti yang sedang berada
dalam proses pendidikan atau latihan. Disamping penelitian akademik ada juga
penelitian yang dilakukan oleh ilmuan
atau peneliti profesional. Kegiatan ini tidak terkait dengan proses
pendidikan sebab peneliti yang terlibat dalam kegiatan penelitian ini telah
diproses kemampuannya. Peneliti dalam akademik dapat diibaratkan sebagai
peneliti-yang-sedang-menjadi (in statu nascendi) sedangkan peneliti
berkecimpung dalam kegiatan penelitian yang kedua sebagai
peneliti-yang-sudah-jadi.
Peneliti Akademik
Pengetahuan ilmiah secara
keseluruhan terdiri dari empat bagian yakni pengetahuan filosofis mengenai
hakikat ilmu, pengetahuan metodologis mengenai rincian pemrosesan ilmu,
pengetahuan teoretis tentang tubuh pengetahuan yang telah disusun, dan
penggunaan aplikatif pengetahuan ilmiah sebagai acuan dalam pemecah masalah.
Penelitian akademik mempunyai tujuan untuk menilai apakah peserta didik telah
menguasai keempat aspek pengetahuan ilmiah. Penelitian akademik dapat dirancang
untuk sebagai sarana evaluasi. Penelitian akademik juga berfungsi sebagai media
pengontrol kualitas.
Secara terinci maka penelitian
merupakan sarana edukatif sekaligus sarana evaluative,
sebagai berikut: (1) menguasai hakikat ilmu; (2) menguasai metode
ilmiah; (3) menguasai fungsi teori ilmiah; (4) menguasai pengetahuan teoretis; (5)
menguasai penalaran; (6) menguasai metodologi penelitian; (7) menguasai
kemampuan untuk menyimpulkan; (8) menguasai kemampuan untuk mengembangkan
pemecahan masalah; dan (9) menguasai teknik penulisan.
Validitas Internal vs Validitas Eksternal
Validitas internal mencerminkan
keabsahan dalam proses penemuan kebenaran baik dari segi rasionalitas maupun
empirik. Validitas eksternal mencerminkan keandalan generalisasi temuan hasil
penelitian untuk dapat diterapkan dalam populasi dan lingkup yang lebih luas.
Dengan penekanan kepada control yang
bersifat internal ini maka variable penelitian harus terbatas dengan
sampel penelitian terbatas pula.
Produk utama dari kegiatan peneliti akademik
manusia peneliti yang telah lulus dari proses pendidikan diharapkan dapat
mengembangkan pengetahuan baru yang mempunyai kegunaan teoretis maupun praktis maupun eksekutif pengambilan keputusan yang mampu berpikir
secara konsepsional, nalar, dan antisipatif dengan mengacu kepada hakikat
keilmuan.
Evaluasi Peneliti Akademik
Evaluasi pertama penelitian
akademik dilakukan terhadap usulan penelitian. Evaluasi kedua dilakukan
terhadap instrumen penelitian yang telah
disusun. Kesalahan dalam penelitian dapat dibagi dalam dua kategori yakni
kesalahan metodologis dan kesalahan teknis. Kesalahan metodologis dalam
penelitian tidak dapat diampuni dan alternatifnya adalah mengulang kembali
penelitian itu. Kesalahan teknis biasanya tidak terlalu parah dan dapat
dipebaiki tanpa harus mengulang kembali penelitian.
Evaluasi selanjutnya yang sering dilakukan di
perguruan tinggi adalah seminar hasil penelitian sebelum ujian dilaksanakan.
Seminar ini dilakukan secara terbuka sebagai pemanasan dan persiapan bagi ujian tertutup. Ujian tertutup adalah
ujian dalam arti yang sesungguhnya, dan bimbingan terakhir yang dilakukan oleh
segenap anggota komisi ujian.
Penelitian Profesional
Penelitian ini tujuan utamanya
adalah mendapatkan penemuan baru baik berupa pengetahuan maupun teknologi baru.
Dalam bidang penemuan baru biasanya
dikenal dengan dua tahapan yang berada yakni tahap pengembang prototype dan produk final. Penelitian
profesional yang bersifat pengembangan prototype
biasanya menekankan kepada validitas internal. Kemudian dalam tahap
pengembangan produk final kedua validitas, baik internal maupun eksternal,
harus dipenuhi.
Penelitian tidak dilakukan
secara penelitian akademik yang bersifat one
way ticket (Cuma sekali jalan) namun dilakukan berulang-ulang, dengan cek
dan re-cek, sampai mendapatkan kebenaran
yang pasti. Jika penelitian akademik bersifat linier dengan tahapan yang jelas
dan terbakukan maka penelitian profesional bersifat spiral yang bersifat
konvergen menuju hasil. Dalam konteks ini, mungkin ada benarnya peringatan yang
diberikan Leonard Nash, bahwa ada bahaya yang mengintai di balik mitos metode
ilmiah: yakni bahwa ilmuwan akan memperlakukan langkah-langkah dengan
sungguh-sunguh. Artinya, kita memperlakukan langkah-langkah dalam metode ilmiah
terlalu kaku.
Epistemologi pemecah masalah
adalah sarana edukatif yang melalui kegiatan peneliti membentuk kemampuan
berpikir ilmiah yang bersifat konsepsional, nalar, dan antisipatif. Hal ini
dikaitkan dengan konteks justifikasi
yang didahulukan sebelum konteks penemuan.
Penelitian Kelembagaan
Peneliti kelembagaan difokuskan pada pemerolehan
informasi yang dipakai sebagai dasar bagi pengambilan keputusaan. Keputusan
yang diambil biasanya menyangkut dua hal yakni keputusan yang menyangkut
perumusan kebijakan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan dalam bentuk program.
Semua variable yang turut mempengaruhi pengambilan keputusan harus tercakup
dalam lingkup penelitian.
Catatan Akhir
Penelitian kategori generic
penelitian yang mempunyai tujuan yang berbeda-beda tidak lagi memenuhi syarat
sesuai dengan tuntutan spesialisasi. Untuk itu kita mencoba membagi penelitian
menjadi tiga cabang utama yakni penelitian akademik, profesional, dan
intitusional. Rambu-rambu penelitian
akademik ini perlu kita kembangkan agar semua ini dapat dijabarkan dalam
bentuk kegiatan pendidikan keilmuan, penelitian ilmiah serta instrumen untuk
mengevaluasi penelitian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar